Ayat Yakobus 5:11
“Sesungguhnya
kami menyebut mereka berbahagia, yaitu mereka yang telah bertekun; kamu telah
mendengar tentang ketekunan Ayub dan kamu telah tahu apa yang pada akhirnya
disediakan Tuhan baginya, karena Tuhan maha penyayang dan penuh belas kasihan.”
Saudara-saudari terkasih dalam Kristus, di tengah dunia yang sarat dengan penderitaan, ketidakpastian, dan tekanan hidup yang terus-menerus menekan jiwa kita, iman Kristen mengajarkan bahwa kita tidak pernah benar-benar berjalan sendiri. Firman Tuhan dalam Yakobus 5:11 menjadi pengingat penting bahwa karakter Allah tidak pernah berubah Dia senantiasa penuh belas kasihan dan limpah rahmat.
Dalam
penderitaan, justru di sanalah kasih Tuhan bekerja secara tersembunyi namun
nyata, menopang kita dalam kelemahan, membentuk kita melalui kesabaran, dan
memperkuat pengharapan kita. Kesadaran teologis bahwa Allah hadir secara aktif
dalam setiap aspek penderitaan bukanlah sekadar penghiburan emosional,
melainkan dasar iman yang kokoh. Dengan menjadi sadar secara rohani mindful
akan belas kasihan Allah kita tidak hanya diajak untuk bertahan, tetapi juga
dipanggil untuk mempercayakan seluruh hidup kita kepada-Nya, karena dalam
setiap ujian, Allah sedang membentuk iman yang murni dan harapan yang tak
tergoyahkan bagi kemuliaan-Nya.
Dalam teologi Kristen, belas kasihan Tuhan bukan hanya sebuah sifat emosional, tetapi ekspresi kedaulatan Allah yang aktif dalam pemerintahan anugerah. Belas kasihan dalam ayat ini ditampilkan sebagai:
- Respons
Ilahi terhadap penderitaan umat-Nya,
- Bagian
dari pemeliharaan Allah (Providentia Dei),
- Cerminan
kasih karunia yang tidak layak diterima manusia berdosa (sola gratia).
Kesadaran penuh dalam belas
kasihan Tuhan
berarti memandang penderitaan dengan iman kepada anugerah-Nya yang
memelihara dan menebus.
Pandangan Tokoh Reformator terhadap Yakobus 5:11
1.
John
Calvin
“Tuhan tidak hanya menghajar kita untuk melatih kesabaran, tetapi Ia juga menyatakan diri-Nya sebagai penyayang dan pengasih, supaya kita tidak binasa oleh penderitaan.”[1]
Calvin memandang belas kasihan Tuhan sebagai dasar penghiburan sejati dalam penderitaan, dan ia menekankan bahwa “kesabaran Ayub” adalah buah dari pengharapan akan kasih setia Allah.
2.
Martin
Luther
“Penderitaan adalah sekolah iman. Tetapi kasih Tuhan dalam penderitaan tidak berubah. Dalam kesabaran kita bertemu Tuhan yang penuh belas kasihan.” [2]
Luther menekankan bahwa belas kasihan Tuhan menjadi alasan kita tidak kehilangan iman saat menderita. Bagi Luther, belas kasihan adalah bentuk Allah menyatakan diri di tengah "salib" kehidupan.
3.
Jonathan
Edwards
“Belas kasihan Tuhan bukanlah sekadar kesediaan untuk mengampuni, tetapi kekuatan aktif yang menopang umat-Nya dalam pencobaan.”[3]
Edwards memperluas tema belas kasihan menjadi kekuatan transformasi moral dan rohani yang menumbuhkan kesabaran dan kesalehan dalam penderitaan.
Aplikasi Teologis dari Yakobus
5:11
- Providensia
dan Belas Kasihan
Allah
memelihara umat-Nya dengan maksud kekal. Seperti Ayub, penderitaan bukanlah
akhir, tetapi alat untuk menyatakan kasih karunia Allah (lih. Rom. 8:28).
- Ketekunan
adalah bukti iman sejati
Dalam
iman yang bertahan dalam pencobaan menunjukkan regenerasi sejati dan pekerjaan
Roh Kudus (lih. Institutes IV.1.9 – Calvin).
- Kesadaran
penuh adalah respons aktif iman
Bukan
sekadar tahu Tuhan mengasihi, tetapi hidup dalam sikap percaya akan
kebaikan-Nya meski belum terlihat secara jasmani.
[1] John Calvin, (1509-1564), Commentaries
on the Catholic Epistles, Grand Rapids, MI: Christian Classics Ethereal Library,
317-318. https://www.ccel.org/ccel/c/calvin/calcom45/cache/calcom45.pdf
[2] Martin Luther, Luther's Works, Volume 54:
Table Talk, Fortress Press, 1967., 136.
[3] Jonathan Edwards, Charity
and Its Fruits: Living in the Light of God's Love. Crossway, 2012. 127-128.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar